Selasa 13 Jun 2017 05:21 WIB

Rasa Indonesia di Italia

Pengajian di KBRI Roma, Italia.
Foto: Dok. Pribadi
Pengajian di KBRI Roma, Italia.

Oleh: H. Khumaini Rosadi, SQ., M.Pd.I*

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kagum. Ketika saya berhadapan dengan Duta Besar Republik Indonesia untuk Italia di Roma, Ibu Esti Andayani. Ternyata Ibu dubes sangat bersahabat dan berselera humor juga.

Tidak disangka, ketika saya mendengar kata mukena. Ibu Esti – sebutan akrabnya -  mengatakan kepada Priska – Polwan asal Padang yang terpilih menjadi Sekretaris Pribadi ibu Esti melalui seleksi yang ketat – Priska, coba tolong ambilkan mukena ibu di ruangan itu! Mukena yang warna apa bu? Tanya Priska.

Mukena mukaga, terserah aja deh. Jawab bu Esti sambil tertawa. Hehe. Ternyata Ibu dubes senang bercanda juga. Humor tingkat tinggi, yang tidak terbayang kata itu bisa diplesetkan.

Dalam bayangan saya, harus kaku dan jaga sikap di hadapan Ibu Dubes, ternyata salah. Sebenarnya bu dubes itu baik sekali. Dekat dengan seluruh Staff dan santun dengan ibu-ibu Dharma Wanita Perastuan Kemlu.

Di saat saya menyampaikan kultum berbuka puasa di KBRI, ada pertanyaan tentang hal-hal yang membatalkan wudlu. Apakah batal wudhu-nya kalau mencebokkan anaknya? Tanya salah seorang Ibu DWP.

Saya menyebutkan hal-hal yang membatalkan wudhu, dari mulai keluarnya sesuatu dari qubul dan dubur, bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan  bukan muhrim, termasuk dengan suami – membatalkan wudhu.

Dan menyentuh qubul dan dubur itu juga membatalkan wudhu-nya. Ada yang bertanya bagaimana kalau pakai sarung tangan pak ustaz. Ternyata ibu dubes juga menimpali, bagaimana kalau disemprot saja pak ustaz. Hehe.

Tidak terpikir ternyata masalah keseharian ibu-ibu ini sangat detail sekali. Memang sangat seru, semakin menarik untuk dikupas dan dibahas permasalahan fiqih ini, agar ibadah yang dilakukan bertambah baik dan sesuai tuntunan.

Terkadang pertanyaan itu standar tapi lucu. Seperti menanyakan tentang niat mandi wajib, padahal sudah punya cucu lima. Mengejar rakaat agar sama dengan imam, padahal sudah ketinggalan satu rakaat. Tapi itulah nikmatnya berbagi ilmu. Sharing penegtahuan. Apalagi jamaahnya orang Indonesia semua, tidak menyulitkan saya untuk ceramah dengan bahasa asing sebagaimana ketika audisi perekrutan dai ambassador yang syaratnya harus bisa berbahasa asing, minimal bahasa Arab atau inggris.

Serasa di Indonesia meski ada di Italia. Menu makanan setiap sahur dan berbuka juga makanan ala Indonesia. Setiap hari mengisi kajian bada zuhur pun dengaan berbahasa Indonesia. Setiap hari sabtu ada acara buka bersama dengan masyarakat Indonesia.

Seni budaya yang dimainkan oleh DWP juga angklung Indonesia. Kumpul-kumpul pun asyik dengan gaya Indonesia. Setiap kumpul pasti ada makanan. Setiap kumpul pasti ada prasmanan.

*Dai Ambassador Cordofa 2017, Tidim LDNU, Guru PAI SMA YPK Bontang, Penulis Buku:

Amroden Belbre; Perjalanan Dakwah 45 hari di Eropa Fathul Khoir; Metode Mudah Memahami Ilmu Tajwid

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement